CATATAN SURAM IBU PERTIWI
Mohammad Djasuli
Abstraksi
Terbitnya UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menjadikan dana desa sesuatu hal yang sangat menggiurkan karena nilai dana desa mencapai 1 M. Adanya kasus yang menyeret oknum aparatur desa, menjadikan pengelolaan keuangan dana desa benar-benar sangat perlu dikawal, dan diawasi oleh semua lapisan.
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui tentang tindak pidana korupsi, fenomena, dampak, serta upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan desa.
Kesimpulan dari artikel ini adalah Tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan desa merupakan segala tindakan yang dapat merugikan keuangan maupun perekonomian negara maupun desa. Banyak fenomena yang menjerat aparatur desa khususnya kepala desa, dalam pengelolaan keuangan dan dana desa.
Korupsi menyebabkan kerugian bagi negara dan masyarakat, menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan, dan korupsi berdampak pada psikologis orang terdekat.
Pemberantasan tipikor dapat dilakukan dengan upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan (kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa, upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
PENDAHULUAN
Korupsi menjadi berita paling hits di negara Indonesia ini, setiap tahun ada saja pejabat yang terseret kasus korupsi. Dari pajak, sapi hingga Al-qur’an dikorupsi. Segala bentuk cara telah dilakukan oleh negara untuk memberantas pergerakan korupsi namun sampai sekarang korupsi masih berkeliaran dan tumbuh subur di seluruh wilayah Indonesia. Seolah menjadi ulat, Korupsi terus menggerogoti negara dan melubangi keuangan negara.
Dengan berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui UU Nomor 30 tahun 2002, korupsi diharapkan bisa ditekan, namun seberapa usahanya namun masih saja ada kasus-kasus muncul. Dengan ruang lingkup yang besar pada tatanan dan pengelolaan keuangan negara sedangkan anggota KPK yang sangat minim menyebabkan KPK kewalahan dalam mengungkap kasus yang ada.
Apalagi dengan adanya otonomi daerah dan yang baru lagi adanya UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, dimana dalam hal ini ruang lingkup dari pengelolaan keuangan negara bukan lagi hanya sebatas pada pemerintahan dan kementerian serta pemerintah provinsi saja, Melainkan ruang lingkup pengelolaan keungan bertambah pada sektor desa. Dengan adanya ruang pengelolaan keuangan dana desa menjadi pusat perhatian saat ini, karena hal ini akan menjadi tantangan baru bagi pemerintahan dan khususnya KPK dalam memberantas korupsi.
Dana desa menjadi sesuatu hal yang sangat menggiurkan bagi semua orang untuk melakukan tindakan korupsi, apalagi ranahnya yang ada daerah kecil dan pelosok menjadikan dana desa sangat perlu diawasi pengelolaannya. Hal ini sejalan dengan yang dihimbau KPK, Masyarakat diharapkan berpartisipasi mulai dari perencanaan hingga pelaporan penggunaan dana desa. Koordinasi dan pengawalan terkait dana desa ini penting mengingat besarnya anggaran yang dikucurkan untuk program ini. Pada tahun 2016 pemerintah pusat mengucurkan dana hingga Rp 46,9 triliun untuk 74,7 ribu desa (www.republika.co.id tanggal 19 Mei 2016).
Selain itu dengan telah adanya bukti kasus tindakan pidana korupsi yang menyeret aparatur aktif maupun non aktif, misalnya mantan Kepala Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang terkait kasus penyelewengan beras untuk keluarga miskin (raskin), meski pemerintah tidak dirugikan tapi masyarakat yang dirugikan (www.bantenraya.com tanggal 27 Februari 2015). Begitu juga yang terjadi di Cianjur dan berakhir pada penangkapan Kepala Desa karena penyalahan wewenang dalam pengelolaan keuangan desa, lalu penyaluran beras peruntukan warga tak mampu (www.pojokjabar.com tanggal 6 Februari 2016).
Dengan adanya kasus-kasus yang menyeret oknum aparatur desa, menjadikan pengelolaan keuangan dana desa benar-benar sangat perlu untuk dikawal, dan diawasi oleh semua lapisan untuk mencegahnya tindakan korupsi dalam pengelolaan keuangan desa. Begitu juga dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yang turut mendukung dalam pencegahan tindakan pidana korupsi di dana desa yakni dengan mengeluarkan PERMENDES PDTT Nomor 24 Tahun 2016 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui tentang tindak pidana korupsi, fenomena, dampak, serta upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan desa.
Dan dengan adanya artikel Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Desa ini, dapat membantu dalam memberi pemahaman serta solusi untuk mencegah dan mengawal segala bentuk pengelolaan keuangan desa serta turut mendukung komitmen pemerintah yang ingin mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan berwibawa.
PEMBAHASAN
Gambaran Umum Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Desa
Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Tindak pidana korupsi merupakan segala tindakan yang dapat merugikan keuangan maupun perekonomian negara.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengertian sudah mencakup pada setiap pasal dari pasal 1 sampai pasal 13.
Sedangkan pasal 21 sampai 24 dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menjelaskan tentang tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
Dan menurut KPK (2006), menyimpulkan bahwa yang termasuk tindak pidana korupsi yaitu:
1) Korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan negara adalah sebagai berikut:
a) Melawan hukum untuk memeperkaya diri dan dapat merugikan keuangan negara
b) Menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan dapat merugikan keuangan negara
2) Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap, adalah sebagai berikut :
a) Menyuap pegawai negeri
b) Memeberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya
c) Pegawai negeri menerima suap
d) Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya
e) Menyuap hakim
f) Menyuap advokat
g) Hakim dan Advokat menerima suap
h) Hakim menerima suap
i) Advokat menermima suap
3) Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam Jabatan
a) Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan
b) Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi
c) Pegawai negeri merusakkan bukti
d) Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti
e) Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti.
4) Korupsi yang terkait dengan perbuatan pemerasan :
a) Pegawai negeri memeras
b) Pegawai negeri memeras pegawai pegawai negeri lainnya
5) Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
a) Pemborong berbuat curang
b) Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang
c) Rekanan TNI/Polri berbuat curang
d) Pengawas rekanaan TNI/Polri membirkan perbuatan curang
e) Penerimaan barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang
f) Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain
6) Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
a) Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya
7) Korupsi yang terkait dengan Gratifikasi :
a) Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK
Dan menurut KPK (2006), menyimpulkan bahwa yang termasuk tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yaitu:
Merintangi proses pemeriksaan perkara
Tersangka tidak memeberikan keterangan mengenai kekayaannya
Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
Saksi atau ahli yang tidak memeberi keterangan atau memberi keterangan palsu
Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memeberikan keterangan atau memberi keterangan palsu
Saksi yang membuka identitas pelapor.
Pengelolaan Keuangan Desa
Desa merupakan pemerintahan terkecil dalam wilayah, dimana pemerintah desa sekarang sudah berada dibawah naungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Sejak adanya UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, sekarang desa menjadi prioritas dalam pembangunan nasional. Dimana dalam hal ini sudah terbukti telah dikucurkannya dana ke setiap desa yang tersebar di seluruh nusantara.
Tercatat dalam APBN-P telah dialokasikan dana desa sebesar ± Rp. 20,776 triliun kepada seluruh desa yang tersebar di Indonesia. Jumlah desa yang ada saat ini sesuai Permendagri 39 Tahun 2015 sebanyak 74.093 desa (BPKP, 2015).
Dana desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat (UU Nomor 60 tahun 2014).
Sedangkan pengelolaan keuangan desa menurut Permendagri Nomor 113 tahun 2014 yaitu, keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.
Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelola keuangan desa mewakili pemerintah desa, sehingga setiap kepala desa berhak untuk mengelola dan menggunakan dana desa dalam program maupun kegiatan yang bertujuan membangun dan mengembangkan desanya masing-masing.
Pengelolaan keuangan desa harus transparan, akuntanbel, partisipatif dan dijalankan dengan tertip dan disiplin sesuai aturan yang berlaku.
Menurut BPKP (2015), Transparan yaitu prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapat akses informasi seluas-luasnya tetang keuangan desa.
Akuntabel yaitu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Partisipatif yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa yang mengikutsertakan kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa. Tertip dan disiplin anggaran yaitu pengeloaan keuangan desa harus mengacu pada aturan atau pedoman yang melandasinya.
Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Desa
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya baik tentang tindakan pidana korupsi maupun tentang pengelolaan keuangan desa.
Sehingga dapat diartikan bahwa tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan desa adalah segala tindakan yang dapat merugikan keuangan maupun perekonomian negara maupun desa. Sehingga segala tindakan yang dilakukan dapat merugikan masyarakat desa, pemerintah desa dan semua lapisan.
Sama halnya dengan tindakan pidana korupsi secara umum, namun bedanya tindakan dilakukan oleh para oknum yang berkecimpung secara langsung dalam pengelolaan keuangan desa seperti kepala desa, Kepala Urusan Keuangan, dan oknum lainnya.
Tindakan pidana korupsi yang sangat jelas dalam pengelolaan keuangan desa misalnya, adanya suap menyuap di lingkungan pemerintah desa, adanya gratifikasi yang diterima oleh oknum desa, penggelapan dana desa, dan tindakan lainnya yang dapat merugikan desa, daerah, dan negara.
Namun bukan berarti karena faktor secara sengaja, melainkan tindakan tanpa sengaja pun bisa juga menyeret para aparatur desa untuk mendekap dibalik jeruji sebagai tahanan.
Berikut adalah jenis dan penyebab penyelahgunaan dana desa yang dikemukakan oleh Sukasmanto (2014) :
1) Kesalahan karena ketidaktahuan (mekanisme)
2) Tidak sesuai rencana -> tidak jelas peruntukannya/tidak sesuai spesifikasi
3) Tidak sesuai pedoman, Juklak (Petunjuk Pelaksanaan), Juknis (Petunjuk Teknis) -> khususnya pengadaan barang dan jasa
4) Pengadministrasian laporan keuangan: Mark-up dan Mark-down, double counting
5) Pengurangan Alokasi Dana Desa, misalnya dana desa dijadikan “pundi-pundi” kepala desa dan perangkat untuk kepentingan pribadi
6) Tidak dapat mempertanggungjawabkan penggunaan
7) Penyelewengan aset desa: penjualan atau tukar guling Tanah Kas Desa (Bengkok); penyewaan Tanah Kas Desa (TKD) yang bukan haknya, misalnya untuk perumahan bisnis properti;
penyalahgunaan Dana Hasil Pelepasan TKD
Sedangkan untuk potensi penyebab penyalahgunaan Dana Desa akan terjadi apabila beberapa unsur berikut masih belum kuat:
Menkanisme koordinasi dan pengawasan
Sistem pengelolaan keuangan
Kualitas SDM masih rendah dan belum merata
Motif kepentingan politik tertentu
Sistem perencanaan di pusat, daerah, dan desa
Sistem pengadaan dan pengelolaan aset di desa
Bimbingan teknis dan pendampingan
Penerapan prinsip kehati-hatian
Sistem sanksi administratif dan hukum
Fungsi kontrol di desa (BPD dan Masyarakat)
Fenomena Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Desa
Korupsi mulai muncul dari leluhur terdahulu, dan sampai sekarang korupsi masih menjadi boomerang untuk negara ini. Kasus korupsi yang menjerat para Menteri dan pejabat lainnya merupakan contoh bentuk banyaknya sisi kelemahan yang perlu diperbaiki oleh pemerintah.
Korupsi tidak hanya melekat pada mereka yang berada di jabatan atas. Melainkan korupsi juga terjadi di ranah kecil bagian bawah. Berikut adalah beberapa kasus korupsi terkait pengelolaan keuangan desa:
Mantan Kepala Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang terkait kasus penyelewengan beras untuk keluarga miskin (raskin), meski pemerintah tidak dirugikan tapi masyarakat yang dirugikan tanggal 27 Februari 2015).
Temuan LSM Jaringan Paralegal Indonesia (JPI) menjelaskan bahwa sebagian kasus korupsi di tingkat desa bukan disebabkan oleh niat kejahatan Kepala Desa, melainkan karena ketidakpahaman para Kepala Desa soal hukum (www.news.detik.com 11 September 2015).
Selain itu, berita yang menyeret Kepala Desa dalam tindak pidana korupsi seperti yang terjadi di Cianjur dan berakhir pada penangkapan Kepala Desa, tanggal 6 Februari 2016).
Dan Oknum Kepala Desa (Kades) Songbledek, Paranggupito, Wonogiri, Jawa tengah, bernama Sutoto (34), resmi dinyatakan sebagai tersangka kasus korupsi dana desa pada APBDes tahun anggaran 2013 hingga 2015. Ia terbukti menimbulkan kerugian negara sebesar Rp416 Juta (www.okezone.com tanggal 8 Juni 2016).
Bukan hanya di jawa, kasus korupsi ini terjadi di pulau Madura. Pamekasan Jawa Timur telah memeriksa 58 orang terkait dugaan korupsi Dana Desa di Kecamatan Proppo, Pamekasan.
Salah satu di antara ke-58 orang yang diperiksa polisi itu ialah Camat Proppo, Pamekasan, Hambali. Sebanyak 26 kepala desa, serta dua orang staf kecamatan juga telah dimintai keterangan terkait kasus dana desa itu (www.antaranews.com tanggal 9 September 2016). Selain kasus di madura, Kades dan Bendahara Desa Sigeblog Banjarmangu ditahan Kejari atas dugaan korupsi Dana Desa. Cipi mengatakan, kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 173. 996.760. Kerugian dihitung dari penyelewengan dua kegiatan yakni pengaspalan jalan dan pembangunan gedung TPQ yang bersumber dari DD 2015. Pada tahun 2015, di Sigeblog ada empat kegiatan. Dua didanai DD, satu didanai ADD dan satu kegiatan didanai Bantuan Provinsi.”Pembangunannya selesai, namun tidak sesuai RAK dan RAB. Tidak dikerjakan semuanya,”ungkapnya (www.radarbanyumas.co.id tanggal 9 september 2016)
Selanjutnya, Kepala Desa Lantapan, Kecamatan Galang, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, sekira pukul 18.00 wita, di bawa ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapaa) Kelas II B Tolitoli oleh tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Tolitoli terkait kasus korupsi anggaran dana desa (ADD) dan Dana Desa (DD) tahun 2015, dengan nilai kerugian negara mencapai Rp121 juta.
Dan dari kasus terbaru yakni, kembali terjadi di madura. Dimana Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) dari Ditreskrimus Polda Jawa Timur, melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 7 orang diduga melakukan ‘korupsi’ terhadap alokasi dana desa (ADD) dan dana desa (DD) Kecamatan Kedundung, Kabupaten Sampang. Tim juga mengamankan barang bukti sekitar Rp 1,494 miliar. Keempat orang yang diamankan yakni, inisial KH (Kasi Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Kedungdung), EH (staf seksi pemberdayaan masyarakat Desa, Kecamatan Kedungdung). Serta J, Kepala Desa Batoporo Barat dan istrinya M. Dari tersangka KH, polisi mengamankan barang bukti uang Rp 419.650.000 dari mobilnya dan uang Rp 641.270.000 di rumahnya. Tim juga mengamankan barang bukti uang Rp 270,5 juta dari EH. Sedangkan dari kades dan istrinya, tim saber pungli Polda Jatim mengamankan barang bukti uang Rp 41.553.000. Setelah dikembangkan, tim saber pungli juga mengamankan S (Kasi Kesejahteraan Sosial, Kecamatan Kedungdung) yang juga Pj Kepala Desa Moktesareh. Polisi juga menyita uang Rp 21.920.000. RJ, istri Kepala Desa Banjar dan H, keponakan RJ. Polisi juga menyita uang Rp 100 juta. Total uang yang diamankan sebagai barang bukti yakni Rp 1,494.893.000. Masih banyak kasus-kasus korupsi yang menyeret aparatur Pemerintah Desa, maupun Kecamatan dalam pengelolaan maupun penggunaan Dana Desa.
Dampak Tindak Pidana Korupsi
Korupsi bukan hanya pada lingkungan atas saja atau lingkungan bawah saja, melainkan semua lingkungan. Karena korupsi ranahnya luas dan menjalar. Korupsi merupakan tindakan melawan hukum, karena korupsi itu sendiri menyebabkan kerugian bagi negara dan masyarakat sebagai dampak dari tindakan tersebut. Menurut Syamsul (2013), korupsi juga sering dianggap sebagai penyakit sosial, mengingat dampak yang korupsi ini sangat merugikan negara dan masyarakat. Sebagai penyakit sosial, permasalahannya sejajar dengan penyakit sosial lainnya, seperti perjudian, prostitusi, narkotika, dan kriminalitas. Korupsi sangat merugikan negara dan rakyat kecil, sehingga dapat menghambat pembangunan infrasrtuktur dan dapat memberikan contoh yang buruk kepada orang lain dan generasi berikutnya. Selain itu korupsi juga menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini. Korupsi juga telah terbukti melemahkan sumber daya, meresahkan kehidupan sosial, menggerogoti potensi negara-bangsa dan bahkan sudah menjadi masalah internasional (Dikti, 2011).
Selain dari dampak yang telah dipaparkan sebelumnya, korupsi juga memberikan dampak terhadap psikologis orang disekitar pelaku khususnya keluarga dan kerabat dekat. Dalam penelitian Bagus dan Meita (2013), menyebutkan bahwa subyek memiliki dampak psikologis berupa stres akibat perilaku tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh suami atau anak subyek. Terdapat beberapa faktor atau aspek yang berperan dalam terjadinya stres pada subyek yaitu aspek fisiologis, aspek kognitif, aspek emosi dan aspek perilaku. Berikut adalah dampak masif korupsi yang disebut oleh Kemedikbud dan Dirjen Dikti dalam buku Pendidikan Anti-Korupsi untuk Perguruan Tinggi (2011):
Dampak Ekonomi :
Lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasiP
Penurunan Produktifitas
Rendahnya kualitas barang dan jasa bagi publik
Menurunnya pendapatan negara dari sektor pajak
Meningkatnya hutang negara
Dampak Sosial dan Kemiskinan Masyarakat
Mahalnya harga jasa dan pelayanan publik
Pengentasan kemiskinan berjalan lambat
Terbatasnya akses bagi masyarakat miskin
Meningkatnya angka kriminalitas
Solidaritas sosial semakin langka dan demoralisasi
Runtuhnya Otoritas Pemerintah
Matinya etika sosial politik
Tidak efektifnya peraturan dan perundang-undangan
Birokrasi tidak efisien
Dampak Terhadap Politik dan Demokrasi
Munculnya kepemimpinan korup
Hilangnya kepercayaan publik pada demokrasi
Menguatnya pluktokrasi
Hancurnya kedaulatan rakyat
Dampak Terhadap Penegakan Hukum
Fungsi pemerintahan mandul
Hilangnya kepercayaan rakyat terhadap lembaga negara
Dampak Pertahanan Dan Keamanan
Kerawanan Hankamnas karena lemahnya alutsi dan SDM
Lemahnya garis batas negara
Menguatnya sisi kekerasan dalam masyarakat
Dampak Kerusakan Lingkungan
Menurunnya kualitas ligkungan
Menurunnya kualitas hidup
Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Desa
Pemberantasan korupsi telah digadang-gadang sejak lama, dan telah menjadi salah satu fokus utama Pemerintah Indonesia pasca reformasi. Upaya demi upaya telah dijalankan, baik dalam mencegah maupun memberantas tindak pidana korupsi (tipikor) oleh semua lapisan baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Begitu juga dalam hal mencegah dan memberantas tipikor di tingkat desa, harus melibatkan peran dari berbagai pihak, diantaranya adalah:
Pemerintah Desa selaku eksekutif sekaligus pengelola Keuangan Desa, harus lebih berhati-hati dalam menjalankan pemerintahannya dengan disiplin mengikuti dan memahami semua aturan. Dan harus transparan, akuntabel serta bertanggungjawab.
BPD (Badan Permusyawaratan Desa) selaku pengawas yang mengontrol segala bentuk jalannya pemerintahan desa. Peran BPD dalam hal ini sangat penting dalam mencegah terjadinya tipikor, karena bila pengendalian dan pengawasannya baik maka tindak kecurangan bisa sangat diminimalisir.
Masyarakat Desa, dimana dalam hal ini masyarakat sangat berperan penting selaku stakeholder yang harus mengetahui kinerja dan laporan keuangan dari pemerintah desa.
Apabila semua lapisan desa berperan dengan baik, maka pengelolaan keuangan pun bisa dijaga. Koordinasi tidak cukup dilingkungan desa saja, harus sinergi setiap lapisan. Antara pemerintah pusat dengan daerah, pemerintah daerah ke pemerintah desa bahkan sebaliknya. Andrew Haynes dalam Halif (2012), mengatakan bahwa paradigma baru dalam menanggulangi kejahatan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan nafsu dan motivasi pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan, dengan cara menghalanginya untuk menikmati hasil atau buah dari kejahatan yang dilakukannya.
Selain itu, pemberantasan tipikor oleh KPK dapat dijadikan acuan dalam menanggulangi tipikor dana desa. Adapun pemberantasan tipikor di Indonesia pada umumnya dan di lingkungan desa pada khususnya, ditempuh dengan melakukan:
Upaya pencegahan (preventif).
Upaya penindakan (kuratif).
Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Pencegahan (Preventif)
Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa, dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tanggungjawab yang tinggi.
Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya
Upaya Penindakan (Kuratif)
Upaya penindakan dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa
Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan pemerintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi melalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW lahir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki pemerintahan pasca Soeharto yg bebas korupsi.
Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global.
Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam.
Sedangkan survei TI pada 2005, Indonesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari semua uraian yang telah paparkan, maka kesimpulan dari artikel ini yakni tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan desa adalah segala tindakan yang dapat merugikan keuangan maupun perekonomian negara maupun desa. Begitu banyak fenomena kasus yang menjerat aparatur desa dalam pengelolaan keuangan dan dana desa. Dan yang paling banyak terseret kasus tipikor pengelolaan keuangan desa adalah kepala desa. Korupsi menyebabkan kerugian bagi negara dan masyarakat, menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan, dan korupsi berdampak pada psikologis orang terdekat. Pemberantasan tipikor dapat dilakukan dengan upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan (kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa, upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Saran
Menanggapi kesimpulan terkait tindak pidana korupsi yang banyak menjerat kepala desa, maka peningkatan dan kualitas SDM sangat diperlukan dengan pelatihan dan pemahaman mendalam terkait regulasi dan teknis pelaksanaan pengelolaan keuangan yang diperuntukkan untuk semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan keuangan desa khususnya kepala desa.
LSM JAWARA. Mengawal Negara Sepenuh Jiwa Raga