Semua bagian tanaman tin mulai dari dauh, buah dan batang semua dapat dimanfaatkan
KARANGANYAR, Jawara Post – Berawal dari hobinya bercocok tanam, lelaki asal Desa Tunggulrejo Jumantono Karanganyar, Bayu Khomarudin sukses budidayakan tanaman bernama latin Ficus Carica atau yang lebih dikenal dengan tanaman tin.
Lelaki yang kini berprofesi sebagai karyawan koperasi itu memulai budidaya tanaman asal Asia Barat pada akhir 2015.
“Awalnya tidak sengaja, saat jalan-jalan di sentra penjualan tanaman hias di daerah Tawangmangu. Ini tanam apa? (tanyanya kepada penjual tanaman hias). Ini (Tanaman Tin) bisa hidup di Indonesia?,” katanya saat ditemui di kebun tanaman tin samping rumahnya, Selasa (12/3/2019).
Akhirnya, dengan menyisihkan sebagian gajinya perbulan, ia memutuskan untuk memulai budidaya tanaman tin.
Selama rentan 4 tahun menggeluti budidaya tanaman tin, kini di lahan seluas sekitar 2.000 meter persegi yang berada di sebelah rumah dan sawah yang tak jauh dari rumahnya.
Khomarudin sapaan akrabnya, sudah membudidayakan sekitar 500 tanaman tin dengan 200 jenis varian yang berbeda.
“Kalau di kebun dekat rumah seluas 6×17 meter, memang khusus digunakan untuk pengembangan buah tin. Sedangkan yang di sawah khusus untuk pencangkokan,” terangnya.
Sebanyak 200 jenis varian tanaman tin yang kini dibudidayakan,di antaranya Jolly Tiger Varigata, Martinenca Rimada, Panache Tiger, Bardisotte Negra Rimada, Green Jordan, dan lain-lain.
“Daunnya bisa dibuat teh dan ekstrak, buahnya dapat dibuat buah tin kering, sirup dan selai. Sedangkan batangnya dapat dicangkok,” tuturnya.
Dalam satu bulan rata-rata ia dapat mencangkok sebanyak 300-500 batang. Kebanyakan konsumen memesan bibit cangkokan tanaman tin miliknya via online.
Hasil cangkokannya kini sudah dikirim hampir di seluruh Inonesia, mulai dari Kalimantan, Aceh, NTB , Sulawesi, Maluku Hingga Papua.”Untuk harga cangkokan tergantung varian, harganya mulai dari Rp 35 ribu hingga Rp 175 ribu,” jelasnya.
Sedangkan, kalau untuk buah tin perkilogramnya ia mematok harga mulai dari Rp 250 ribu -300 ribu tergantung kondisi buah.
Para konsumen kebanyakan memesan buah tin via online. “Rata-rata konsumen membeli untuk obat (kesehatan), ada yang gejala penyakit jantung, penyakit lupus, gangguan kehamilan dan lain-lain,” ungkapnya.
Khomarudin mengaku, dalam sebulan omzet yang didapatkannya berkisar Rp 8 juta hingga Rp 15 juta.
Kedepannya ia berharap, satu kampung dapat menanam pohon tin di pekarangan rumahnya, sehingga desa ini bisa dijadikan tempat wisata petik buah tin atau Wisata edukasi. Sekaligus dapat memberdayakan masyarakat setempat.
Redaksi Jp