PT JAWARA POS GRUP

SELAMAT & SUKSES RI 1

Sketsa Pribumi, Sketsa Jati Diri

         Oleh : Fithrorozi – Komunitas Telinsong Budaya Babel

           “Jawara Post – Mengawal Negara Sepenuh Jiwa”

Turun-temurun warga Jawa Barat menerima kisah sejarah yang salah bentukan Belanda. Bukan Pajajaran dan Majapahit lakon dalam perag Bubat tetapi kadipaten yang menginduk ke kerajaan Majapahit bernama Pakuan. Dyah Pitaloka pun berasal dari kerajaan Pajajaran.

Tafsir sejarah kerap dibentuk oleh kekuasaan dan Belanda sukses menebar kebencian di tanah Pajajaran. Sulit ditemukan Jalan Gajah Mada di tanah Sunda membuktikan sejarah sukses menebar kebencian.

Dalam hal bahasa, ujaran yang di Jawa bermakna halus, di Sunda menjadi kasar, begitu sebaliknya.

Ekspedisi Amukti Palapa nyatanya tidak sepenuhnya menyatukan. Gajahmada tidak membunuh Ratu Dyah Pitaloka dan bukan Pajajaran melainkan Kadipaten Pakuan yang terlibat konflik dengan Majapahit.

Paradok tafsir persatuan dan kesatuan di era Majapahit pun memuncul kembali ketika Masyarakat Cirebon menggelar Kongres Bahasa Cirebon. Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa kesatuan (lingua franca) dianggap ‘menyembelih’ bahasa daerah. Serta-merta lingua franca berubah menjadi lingucida.

Drs. Made Casta M.Pd dalam Kongres Bahasa Cirebon menyikapi fenomena kebahasaan ini, dimana telah terjadi pembunuhan bahasa (linguacide) oleh bahasa Indonesia yang merupakan bahasa lingua-franca yang ditetapkan secara politis terhadap bahasa-bahasa daerah, termasuk bahasa Cirebon yang jika tidak dilestarikan akan segera menemui kepunahannya (Wikipedia)

Penelitian ilmiah menjadi cara melegitimasi jati diri bahasanya sekaligus identitas masyarakat nya. Cirebon memiliki Aksara Cacarakan, Rikasara, Arab Pegon, dan bahasa Jawi . Rupanya tak cukup dianggap bahasa moderat karena berada di tengah tutur bahasa Jawa dan bahasa Sunda namun dalam tingkatan kasar.

Kesadaran untuk menguatkan jati diri perlu diwujudkan dengan kegiatan pengembangan dan pelestarian seni budaya dan bahasa seperti yang dilakukan oleh Komunitas Sketsa Pribumi. Imam M.J-penggiat literasi Cirebon- menyebut perlunya merekonstruksi upacara adat desa (ngunjung, barikan, bubaran jimat, panjang jimat).

” Bahkan kini kami sedang merintis laboratorium bahasa Cirebon dengan konsep teknologi” ujar Imam M.J. penggiat literasi yang selalu menggunakan ikat kraman trusmian di kepalanya.

Pemakaian ikat kepala ini adalah cara sederhana menguatkan jati diri. Jangan sampai seperti jas dan dasi yang sudah terlanjur menasional.**



Menyingkap Tabir Menguak Fakta