PT JAWARA POS GRUP

SELAMAT & SUKSES RI 1

RADAR MADURA : SMN Sumsel Belajar Batik di Madura

BANGKALANJawara Post – Peserta “Siswa Mengenal Nusantara” (SMN) asal Sumatera Selatan (Sumsel) belajar membatik di Pulau Madura, dengan mengunjungi pusat batik “Tresna Art” di Jalan KH Moch Kholil, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.

Peserta SMN yang berjumlah 23 orang itu tampak dibagi berkelompok yang masing-masing terdiri dari lima orang. Tiap kelompok disediakan kompor dan wajan berukuran kecil untuk mencairkan “malan”, sebagai sarana untuk membatik, serta masing-masing siswa memegang canting dan kain berukuran sapu tangan, sehingga semuanya berkesempatan belajar membatik secara langsung.

“Sebelum mereka belajar membatik tadi saya beri pemahaman tentang kebudayaan batik terlebih dahulu,” ujar Pengelola Tresna Art, Supi Andi, saat dikonfirmasi di sela mengajar membatik, Sabtu.

Saat memberi paparan pemahaman, di antaranya dia menekankan generasi muda harus melestarikan kebudayaan batik yang telah diwariskan oleh nenek moyang.

“Setelah mendapat pemahaman tentang kebudayaan batik, biasanya mereka kemudian punya keinginan untuk melestarikannya. Bagaimana caranya melestarikannya, ya, dengan belajar membatik,” katanya.

Batik Madura, lanjut dia, memiliki ciri khas tertentu jika dibandingkan dengan karya batik asal daerah lain di Indonesia.

“Salah satunya selalu ada warna merah maron di karya batik Madura. Untuk motif gambarnya, di tiap daerah penghasil batik di Madura, juga memiliki motif khas tertentu,” ujarnya.

Supi mencontohkan, karya batik asal Desa Patengteng, Kecamatan Modung, Bangkalan, bermotif khas mata ikan dan daun pacar Cina. “Dulu batik Patengteng dari Modung ini juga ada yang bemotif perahu,” katanya.

Selain itu, batik dari Kecamatan Tanjung Bumi, Bangkalan, pilihan gambarnya lebih bervariasi, di antaranya bermotif “simalaya” atau percikan ombak, “ramok” (akar) dan “membeh” atau daun mimba.

“Batik asal Tanjung Bumi ini dikenal dengan istilah Batik Gentongan karena proses pewarnaannya sampai sekarang masih disimpan berlama-lama ke dalam wadah `gentong` hingga berhari-hari. Kalau dulu proses pewarnaan dengan cara disimpan di dalam gentong ini sampai berbulan-bulan atau bahkan lebih dari setahun,” katanya, menjelaskan.

Namun untuk mengajarkan pembuatan batik terhadap peserta SMN asal Sumsel, Supi membebaskan kreasi siswa, dengan mengesampingkan motif-motif khas asal Madura. “Karena para siswa ini berasal dari Sumatera Selatan. Di daerahnya asalnya mereka punya motif khas sendiri, jadi saya bebaskan mereka mau menggambar apa sesukanya,” ucapnya.

Ida Rosita, peserta SMN asal SMAN 1 Belitang III Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, merasa mendapat pengalaman berharga bisa belajar membatik secara langsung.

“Proses membatik ternyata sangat susah. Saya justru terkagum dengan ibu-ibu di sini yang sangat luar biasa dan bisa membatik dengan bagus. Saya ingin sekali bisa membatik seperti itu,” katanya.

Bagi dia, batik adalah salah satu ciri khas kebudayaan Indonesia yang telah dikenal di dunia internasional. Ida mengaku menyesal karena justru dipatenkan oleh negara tetangga. “Batik Indonesia perlu dilestarikan sebagai ekstrakulikuler bagi anak-anak muda zaman sekarang,” tuturnya. (*)

Editor: Slamet Hadi Purnomo



Menyingkap Tabir Menguak Fakta