BANYUWANGI, Jawara Post– Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyayangkan pembongkaran bangunan pengadilan lama seluas sekitar 3.000 meter persegi yang telah berstatus cagar budaya. Bangunan yang dimaksud adalah gedung milik Kantor Pengadilan Agama Banyuwangi di bilangan jalan Jaksa Agung Suprapto, Banyuwangi.
Sesuai kesepakatan sebelumnya, hanya bangunan bagian belakang saja yang akan dibongkar sehingga Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diberikan Pemkab Banyuwangi. Namun praktiknya bangunan depan atau bangunan utama turut dibongkar, tidak disisakan seperti yang telah disepakati bersama.
“Saya kecewa, karena kita sudah sampaikan sejak awal bahwa itu bagian dari jejak cagar budaya masa lalu. Jangan-jangan kontraktornya. Saya tidak yakin kepala pengadilannya tahu, jangan-jangan tidak tahu,” kata Anas di Gedung Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banyuwangi, Senin (3/9/2018).
Bahkan dalam rapat paripurna penyampaian nota pengantar bupati atas diajukannya Kebijakan Umum Perubahan APBD (KUPA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara Perubahan (PPAS-P) Kabupaten Banyuwangi tahun 2018, Anas meminta DPRD melakuan sidak terhadap pembangunan gedung pengadilan itu. Selesai sidang, Ketua Komisi II DPRD Banyuwangi Handoko dan 2 anggotanya, Punjul Ismuwardoyo, dan Andik Purwanto, mendatangi lokasi pembangunan.
Pantauan di lapangan, sebagian besar bangunan yang berada di bagian belakang sudah berubah menjadi bangunan baru 2 lantai. Sementara bangunan depan batu bata di sebagian besar tembok terlihat karena semen lapisan luarnya telah dikupas.
PT Rakata Pandu Nusa selaku pelaksana pembangunan nampak telah memperkuat beberapa bagian tembok dengan material cor tegak, kusen jendela baru dan tembok baru di sekeliling kusen. Sementara pintu depan yang memiliki gawang melengkung bagian atas, yang menjadi ciri bangunan lama, terlihat belum dibongkar.
Punjul mengatakan bangunan yang termasuk cagar budaya itu tidak boleh dirubah, sesuai ketentuan dalam Peraturan Daerah (Perda) Cagar Budaya. Dia mengimbau Pemkab Banyuwangi membentuk tim khusus yang bertugas mengawasi pembangunan gedung pengadilan agama tersebut.
“Intinya yang penting jangan ada yang berubah dari bangunan ini, harus dikembalikan seperti semula. Dan kalau ada penambahan, penambahan itu jangan sampai merubah bentuk visual dari depan. Bentuk gentingnya, ornamennya, walaupun sudah tidak bisa lagi memakai genting yang sama,”kata Punjul
“Kan bisa dilihat sendiri, kan nggak ada (perubahan) kan. Untuk perubahannya filosofinya Mahkamah Agung kan harus ada. Kita kan juga mengikuti draft yang ada. Kalau genting kita menyesuaikan dengan bangunan yang baru, kan nggak nyambung kalau seperti yang lama. Bentuknya sama seperti yang dulu,” kata Mita.
Dari desain rancangan bangunan yang diperlihatkannya, nampak dari depan bangunan akan memiliki 4 pilar, dengan tetap memperlihatkan 3 pintu dengan gawang melengkung. Dia mengatakan gedung lama tidak lagi bisa dipakai kalau tidak ada penggantian-penggantian material bangunan baru.
“Temboknya kita bongkar separuh, kan enggak mungkin, kayak penggantian kusen kan nggak mungkin utuh kan bapaknya lihat sendiri. Banyak kusen yang diambil, batanya runtuh. Berarti itu nggak mungkin bangunan Belanda kan, berarti kan harus ditambah lagi, tebal-tebalnya kita mengikuti yang lama Pak,” katanya.
@gus