SITUBONDO, Jawara Post~~Menyimak perkembangan kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa FR sebagai terlapor dan IL (korbannya) dan sempat viral di beberapa media online beberapa waktu lalu, menimbulkan reaksi beragam dari berbagai pihak. Kabar santer dilapangan, ini muncul akibat salaing lapor antar aktifis dan LSM ke Mapolres Situbondo. Tak ayal pula, LSM Siti Jenar (Situbondo Investigasi Jejak Kebenaran) ikut terseret dalam polemik yang konon urusan minta keadilan hukum ini.
Menurut Eko Febrianto, Ketum LSM Siti Jenar, terkait dugaa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diviralkan, sangatlah prematur. Pasalnya, kasus tersebut sudah lama dan sempat ditangani APH, bahkan kasus itu sangat jelas bukanlah KDRT, melainkan kasus penganiayaan lainnya. “Itu bukan KDRT, karena keduanya tidak punya surat nikah,” ujarnya.
Lanjut putra asli kota Besuki ini, sangat menjadi aneh jika kasus tersebut dilanjutkan, karena dilihat dari awal sebenarnya kasus tersebut bukan masuk dalam KDRT, melainkan dugaan penganiayaan yang sejatinya lengkap alat bukti, saksi dan memenuhi unsur seperti disebut dalam pasal 351 KUHP. “Kita harus jeli dalan melihat kasus, bukan main lapor saja,” tandasnya.
Masih kata Eko, bukankah dijelaskan dalam UU No. 23 tahun 2004 tentang PKDRT rumah tangga yang dimaksud harus dalam ikatan perkawinan yang sah. “Kami yakin APH di Situbondo sangat paham memaknai hal itu. Sangat tidak etis jika LSM mengintervensi APH serta memaksakan kasus yang gamang anatominya. “Kontruksi hukum wjib jelas, valid, lengkap bukti. Jika tidak memenuhi unsur, itu mutlak kewenangan Penyidik untuk meng SP 3 kan,” pungkasnya.
Pantuan dilapangan, belakangan ini marak pelaporan antar lembaga, baik persolan pribadi, maupun terkait dugaan ilegal mining dan pertambangan yang dikemas elegan. Bahkan, pelaporan masing – masing diunggah di medsos, sehingga memantik reaksi saling lapor yang berkepanjangan. Padahal, sebelum diterbitkan Laporan Polisi (LP), SPKT dan petugas piket Reskrim terlebih dahulu mempelajari antomi kasus yang dilaporkan.
Sehingga, secara kasat mata tidak muncul kecemburuan antar warga masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat yang mempunyai hak yang sama didepan hukum. Keadilan dan supremasi hukum berlaku bagi seluruh bangsa ini tanpa terkecuali. “Jangan asal dumas jika APH belum jelas dan pasti melanggar SOP. Kami sangat menyayangkan akan kejadian belakangan ini, antar LSM saling lapor polisi, sementara tugas utama sebagai control susial dilupakan,” sambung Iwan Setiawan, Ketua LSM Jawara.
@gus