LUMAJANG, Jawara Post—Dalam tradisi kalenderial Jawa, bulan Muharram diistilahkan dengan bulan Suro. Bulan ini dianggap sebagai bulan yang penuh malapetaka dan kesialan. Suro kemudian seakan-akan beralih maknanya menjadi soro yang berarti sial. Karena dianggap bulan sial, maka masyarakat Jawa kuno menggelar berbagai macam ruwatan agar terhindar dari kesialan dan marabahaya.
Salah satu ritual bersih-bersih sumber air yang rutin dilakukan setiap bulan Suro dilakukan di Desa Penanggal yang dikenal pemandian Tirtosari Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur,Kamis(13/9/2018).
Tradisi turun temurun ini tetap dilestarikan karena masyarakat percaya bahwa kawasan Gunung Sawur merupakan gunung budaya yang harus dijaga kesakralannya.
Menjadi sebuah kepercayaan masyarakat setempat, harta yang paling penting untuk menjaga keberlangsungan kehidupan adalah sumber daya alam yang berupa hutan dan air.
“Kegiatan sakral berupa ruwat selain melestarikan tradisi dan budaya warisan leluhur, juga membangun masyarakat berbudiperkerti luhur dan adiluhung sesuai dengan tatanan adat dan budaya jawa, yakni Memayu Hayuning Bawana,” Kata Cik Ono SH,. Kepala Desa Penanggal.
Candipuro culture festival sebagai penutup diawali Ritual Ruat Air,Kirab Ratusan Tumpeng Ancakan dan Gunungan Hasil Bumi, start Sumbersari Timur menuju ke Tirtosari View pada jam 09.00 WIB.
Adapula Gembul Bujono adat nenek moyang seperti pemberian sesaji ke punden-punden, nenepi dan tirakatan sebagai sarana pembuka tabir penyekat antara manusia dengan makhluk halus serta pembangkit aura benda-benda magis dan mistik dipusatkan pada bulan ini.
“Uri-uri tradisi jawa dapat menjaga keutuhan dan keseimbangan alam. Bahwa air merupakan kebutuhan mutlak bagi seluruh makhluk di muka bumi. Maka, menjadi tanggung jawab mutlak seluruh umat untuk menjaga, melestarikan dan merawat,” ujar dia.
@indi