MALUKU, Jawara Post~Pengadilan Tipikor Ambon menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada mantan Kepala Tata Usaha (KTU) Balai Pelaksana Jalan dan Jembatan Nasional (BPJN) Wilayah XVI Maluku dan Maluku Utara, Sadrach Ayal, selama satu tahun dua bulan (1.2), dan membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan.
Selain itu, terdakwa Sadrach Ayal tidak dibebankan membayar uang pengganti sebagai kerugian keuangan negara sebesar Rp. 236 juta lebih, lantaran telah dikembalikan ke kas negara saat kasusnya bergulir di tahap penyidikan.
Dalam amar putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Jimy Wally, didampingi dua hakim anggota, Heri Leliantono dan Felix Ronny Wuisan, perbuatan terdakwa Sadrach Ayal terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan lahan di Desa Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon tahun 2015 sebesar Rp. 236 juta lebih dari total anggaran sebesar Rp 3 miliar yang bersumber dari APBN.
BACA : TAMBANG: Dilema Penambangan Dalam Bidikan Lensa Hukum (1)
“Menyatakan, perbuatan terdakwa Sadrach Ayal terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undanh Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap Ketua Majelis Hakim Jimy Wally, saat membacakan amar putusannya, di Pengadilan Tipikor Ambon, Rabu, 8 Agustus 2018.
Atas putusan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku dan Penasehat Hukum terdakwa, Jonathan Kainama dan Doddi Soselisa, menyatakan pikir – pikir. Sehingga ketua majelis hakim memberikan batas waktu kepada kedua pihak untuk segera menyatakan sikap terhadap putusan pengadilan.
Hukuman yang dijatuhi majelis hakim itu lebih ringan dari tuntutan JPU, yang sebelumnya menuntut terdakwa Sadrack Ayal dengan hukuman pidana penjara selama satu tahun enam bulan (1,6), dan membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan.
JPU dalam dakwaannya menjelaskan, pada tahun 2015 BPJN Wilayah XVI Maluku dan Maluku Utara mendapat alokasi anggaran dari APBN sebesar Rp 3 miliar dalam DIPA No-033.04.1.448007/2015. Anggaran tersebut, diperuntukan bagi pengadaan lahan untuk pembangunan Mess bagi pejabat struktural BPJN dan workshop tempat penampungan alat berat BPJN Maluku-Maluku Uatar.
Sesuai RKAKL anggaran Rp 3 miliar itu untuk pengadaan lahan dengan volume 600 M2 dengan harga satuan M2 Rp 5.000.000. Terdakwa Ayal kemudian mencari lahan. Ia lalu mendapat informasi bahwa ada lahan milik keluarga Atamimi. Namun keluarga Atamimi sudah menjualnya kepada Hendro Lumangko.
BACA : Laporan Tentang Pengusaha CR Ashika Berlanjut
Terdakwa kemudian mendatangi Hendro Lumangko dan menawarkan agar tanahnya yang berada di depan Kantor Karantina Desa Tawiri dibeli oleh BPJN. Terjadi tawar menawar hingga akhirnya pemilik lahan Hendro bersedia menjual tanah yang baru dibeli sekitar dua minggu dengan harga per M2 Rp 625.280 yang dibulatkan dengan total anggaran DIPA Rp 3 miliar, dengan kesepakatan semua biaya pajak penjualan dan pembelian ditanggung saksi Hendro.
BACA : Gempa 7,0 SR Guncang Bali, Warga Berhamburan
Setelah transaksi jual beli tanah dilakukan pada 19 November 2015, baru pada 22 Februari 2016 terdakwa Zadrak Ayal selaku PPK membuat surat penawaran Nomor: 016/PNWR/HU-YGK/KDI/II/2016 dengan kantor jasa penilaian publik Hari Utomo. Mereka menetapkan besarnya nilai ganti kerugian atas lahan tersebut, seolah-olah berdasarkan hasil penilaian jasa penilai sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2012 dan Perpres Nomor 71 tahun 2012.
@rio