Pakaian adat Lampung disebut juga “Tulang Bawang”. Biasanya, pakaian ini lebih sering digunakan pada acara pernikahan. Simak penjelasannya berikut ini!
Pakaian Adat Lampung merupakan warisan budaya Indonesia yang harus selalu dilestarikan. Pasalnya, pakaian adat memiliki keunikan yang menjadi ciri khas dari suatu daerah. Sebagai provinsi yang terletak paling selatan di pulau Sumatera, Lampung memiliki kebudayaan yang eksotik, salah satunya dari pakaian adat yang digunakan. Pakaian adat Lampung disebut juga dengan “Tulang Bawang”. Biasanya, pakaian ini lebih sering digunakan pada acara pernikahan. Untuk mengenal lebih lanjut tentang pakaian adat Lampung, simak berikut ini!
1. Pakaian Adat Lampung Pria
Sama seperti pakaian adat daerah lainnya, pakaian adat Lampung juga dibagi menjadi dua jenis, yaitu untuk pria dan wanita. Untuk pria, pakaian yang digunakan cukup sederhana, yaitu berupa baju lengan panjang, celana panjang hitam, sarung tumpal, sesapuran, dan khikat akhir. Sarung tumpal merupakan kain sarung khas Lampung yang ditenun menggunakan benang emas.
Selanjutnya ada khikat akhir atau disebut juga dengan selendang bujur sangkar yang digunakan secara melingkar pada pundak untuk menutupi bahu. Meskipun terlihat sederhana, tapi bisa menumbuhkan kesan kharismatik pada pria yang mengenakannya. Untuk melengkapi penampilannya, ada pula aksesoris yang digunakan oleh pria ketika mengenakan pakaian adat Lampung, yaitu sebagai berikut :
- Kalung papan jajar, yaitu kalung yang memiliki gantungan berupa tiga lempengan perahu dengan ukuran yang berbeda. Filosofinya, kalung tersebut menjadi simbol sebuah kehidupan baru yang akan dijalani secara turun-temurun.
- Kalung buah jukum, yaitu kalung dengan gantungan yang berupa miniature buah jukum yang bermakna do’a agar segera mendapat keturunan.
- Selempang pinang, yaitu kalung dengan gantungan yang menyerupai buah atau bunga.
- Ikat pinggang atau disebut juga dengan bulu yang dilengkapi sebuah keris sebagai senjata tradisional khas Lampung.
- Gelang burung, yaitu gelang pipih dilengkapi dengan hiasan berbentuk burung garuda terbang. Filosofinya adalah menunjukkan kehidupan yang panjang dan kekerabatan yang terus terjalin setelah menikah.
- Gelang kano, yaitu gelang yang berbentuk seperti ban kendaraan yang dipakai di lengan kanan dan kiri di bawah gelang burung. Maknanya adalah membatasi hal-hal buruk yang terjadi setelah menikah.
- Gelang bibit, yaitu gelang yang dikenakan di bawah gelang kano yang melambangkan do’a agar segera diberi keturunan.
Bagaimana gaya hidup Anda saat pandemi mempengaruhi variasi noda kotor di baju Anda?
2. Pakaian Adat Lampung Wanita
Untuk pakaian adat Lampung wanita, tidak jauh berbeda dengan yang dikenakan oleh pria. Hanya saja, ada aksesoris tambahan yang terlihat lebih mencolok. Diantaranya ada selappai yang merupakan baju tanpa lengan dengan hiasan rumbai riggit di tepi bawah. Selain itu, ada pula bebe yang merupakan sulaman benang satin dengan bentuk bunga teratai mengapung. Aksesoris yang digunakan oleh para wanita Lampung, yaitu sebagai berikut:
- Siger, merupakan mahkota emas dengan memiliki 9 ruji yang melambangkan keagungan adat istiadat Lampung.
- Seraja bulan, merupakan mahkota kecil dengan 3 uji sebanyak lima buah yang bermakna sebagai pengingat bahwa dahulu kala ada 5 kerajaan yang pernah berjaya di Lampung.
- Subang, merupakan perhiasan yang dikenakan di ujung daun telinga, bentuknya seperti buah kenari dengan bahan emas.
- Perhiasan leher dan dada, yang terdiri dari kalung buah jukum, kalung ringit, dan kalung papan jajar.
- Perhiasan pinggang dan lengan, terdiri dari selempang pinang yang digantungkan secara melintang mulai dari bahu ke pinggang. Ada pula ikat pinggang yang dibuat dari kain beludru berwarna merah dengan hiasan kelopak bunga yang terbuat dari bahan kuningan. Sedangkan untuk hiasan di lengan, meliputi aneka jenis gelang sama seperti yang dikenakan oleh pria Lampung.
Menarik sekali pakaian adat yang satu ini. Selain unik, setiap aksesoris yang dikenakan ternyata memiliki makna sakral bagi yang mengenakannya. Oleh sebab itu, Anda harus tetap melestarikan warisan budaya di setiap daerah Anda.
Redaksi JP