BONDOWOSO, Jawara Post —Dugaan praktik Pungli oleh Kasun Jumarto di Desa Mandiro, Kecamatan Tegal Anpel, Bondowoso, Jawa Timur, terkait penyaluran BPNT, semakin menguat dan potensi mengabtar kasun itu kebalik jeruji besi. Betapa tidak, terduga (Jumarto) bukan hanya lakukan pungli, namun juga menyita ATM (kartu) BNPT semua KPM.
BRN – salah seorang anggota kelompok penerima manfaat (KPM) warga RT. 24 RW. 08, Dusun Krajan, menerangkan bahwa praktik pungli Jumarto berkisar RP. 20 ribu hingga 100 ribuan.
“Waktu saya beli Es dirumah Jumarto, Jumarto bilang ‘kalau kamu mau minta kartunya kembali kamu harus menebus 100 ribu, kalau ada uangnya ayo sekarang sama saya kesana nebus kartu itu di sekarputih di agenya bu siru’. Saya dapet dari mana uang 100 ribu saya orang miskin,” tuturnya, sembari memelas kepada wartawan JP.
Ungkapan anggota KPM ini mendapat dukungan dari salah seorang Kasun yang juga menjabat di Desa Mandiro, Tegal Ampel. Ia mengaskan bahwa warganya emang tak memegang kartu BNPT, lantaran kartu itu telah ditarik (dikumpulkan) oleh Jumarto.
“Khususnya di daerah saya soalnya saya sudah turun kewarga dan warga bilang memang tidak pernah pegang kartu BNPT, bahwa penarikan kartu oleh Kasun Jumarto dilakukan pada tahun 2018 awal,” ucapnya.
“Kalau tidak keliru penarikan itu dilakukan pada tahun 2018 bulan 2. Guna kebenaran dan validasi bukti, saya akan langsung ke BNI untuk meminta bukti transfer dan bukti penarikan kartu,” tukasnya.
Sementara, terduga kasun melawan hukum bernama Jumarto, mengelak dan beralibi dengan segudang alasan pembenaran personal. Bahkam, perbuatan melawan hukum tersebut disiasati dengan membuat surat perjanjian.
Jumarto Kasun Krajan, Desa Mandiro ini mengatakan bahwa untuk pencairan BPNT dilakukan di balai desa, bukan pada agen, dan sudah ada perjanjian antara warga KPM dan Kasun bahwa kartu memang sepenuhnya tersimpan di toko.
“Sudah ada perjanjian kalau setiap kartu di titipkan pada agen atau toko, dan sedangkan pencairan BPNT dilakukan di Balai Desa,” ujar Kasun Mandiro, berusaha mencari pembenaran.
Sejatinya, Kades Mandiro segera turun tangan dan tidak melakukan pembiaran. Pasalnya, Jaksa Agung mengatakan, pelaku pungutan liar tidak hanya dapat dijerat dengan pasal KUHP.
Pelaku juga mungkin dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Umumnya, praktik pungutan liar dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan.
Namun, apabila pelaku merupakan pegawai atau bisa juga perangkat desa, akan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.
Namun, ada ketentuan pidana yang ancaman hukumannya lebih besar dari itu, yakni Pasal 12 e UU Tipikor.
“Kasus ini begitu komprehensip dan bisa multi tafsir. Jika kepala desa melakukan pembiaran selaku atasan kasun tersebut, maka jeratan pidana korupsi bisa berimbas ke Kades, Camat, serta pendamping PKH bagian BPNT,” kata Korlap LSM Jawara di Bondowoso, Rabu 13 Mei 2020.
Sampai berita ini naik tayang, Kades Mandiro belum berhasil dikonfirmasi, begitu pula Camat dan juga pendamping bantuan non tunai tersebut. Tim Jawara Post terus mengunpulkan data dan keterangan dari pihak terkait, agar suapaya kasus ini terang benderang.
Adi Anteng