JAWA TIMUR, Jawara Post —-Berdasrkan UU No. 5 tahun 1960 tentang dasar pokok pokok agraria (UUPA) dan UU No. 11 tahun 1974 tentang pengairan pasal 1 angka 3, serta permen ESDM No. 20 Ta. 2017 pasal 3 ayat (3) jo pasal 2 ayat 4, maka aktifitas PT Fuyuan mulai dipertanyakan oleh sejumlah kalangan, termasuk lembaga masyarakat.
Hal itu disampaikan oleh Iwan Setiawan, Ketum LSM Jawara, kemarin. Pihaknya telah menerima keluhan warga atas aktifitas pengeboran air tanah sekala besar (ekploitasi ABT) oleh PT Fuyuan, sebuah perusahaan yang diduga kuat milik WNA yang bergerak dibidang pengolahan rumput laut.
“Kami meragukan ijin operasionalnya, pengeboran itu dikeluhkan warga,” ucapnya.
Barang siapa dengan sengaja melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air yang tidak berdasarkan perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air dan tata pengairan serta pembangunan pengairan sebagaimana tersebut dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undang ini, diancam hukuman penjara.
Ia menegaskan bahwa segala sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang banyak, harus melalui Amdal, kajian hukumnya harus jelas, serta konstruksi tata ruang juga patut diproyeksikan seimbang.
“Jika dikeluhkan masyarakat, ini patut dipertanyakan izin dan legalitas perusahaan tersebut,” imbuhnya.
Pasalnya, informasi yang masuk ke meja LSM Jawara, pihak PT Fuyuan telah melakukan pengeboran 13 – 14 titik didalam bangunan, serta 3 – 4 titik diluar bangunan pabrik rumput laut itu.
“Yang sangat miris adalah pengeboran disekitar sumber mata air (SMA) didekat situs Dewi Sunti. Masyarakat sontak akan demo apabila SMA itu surut dan mengering,” tukasnya.
Barang siapa dengan sengaja melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air tanpa izin dari Pemerintah sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ini, diancam hukuam penjara dan denda setinggi tingginya.
Pantauan dilapangan, perusahan rumput laut tersebut berada diselatan jalan pantura dekat dengan tanaman magrove dan bibir pantai.
Perusahaan ini menggunakan jaringan pipanisasi guna suplai air menempel pada TPT Pantura dan jembatan yang ada. Sementara, kabar santer bahwa IPAL yang ada tidak difungsikan alias hanya formalitas belaka.
Akubatnya, sejjmlah pihak menuding kalau limbah perusahaan ini sangat mengancam lingkungan sekitar, termasuk tanaman bakau dibibir pantai.
“Kayaknya saat ini masih proses pengeringan Mas, tenaga asingnya banyak pulang, sepertinya hanya terlihat 2 orang WNA di pbarik rumput laut itu,” kata warga menerangkan.

Perangkat atau mesin ngebor milik PT Fuyuan
Barang siapa yang sudah memperoleh izin dari Pemerintah untuk pengusahaan air dan atau sumber-sumber air sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ini, tetapi dengan sengaja tidak melakukan dan atau sengaja tidak ikut membantu dalam usaha-usaha menyelamatkan tanah, air, sumber-sumber air dan bangunan-bangunan pengairan sebagaimana tersebut dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, b, c, dan d Undang-undang ini, pelaku atau pengusaha diancam pidana.
Sementara, saat tim investigasi hendak klarifikasi ketempat tersebut, pabrik dalam kondisi steril alias tertutup untuk publik.
Karyawan yang hanya berkisar 15 – 20 persen saja warga sekitar, 75 – 80 persen orang luar daerah ini, juga libur.
Namun, proses pengboran diluar pabrik terus berlangsung dan 1 diantaranya sudah proses menuju ekploitasi ABT.
Disisi lain, ketika tim Jawara Post dan LSM Jawara menghubungi kantor Imigrasi, jawbannya para WNA tersebut sekedar ijin tinggal sementara (ITAS).
“Kalau fakta dilapangan nantinya tidak sesuai dengan data pada kami, ya harus siap pengusaha menanggung resikonya. Apalagi sudah ada riak riak protes warga,” kata sumber JP di Kantor Imigrasi.
Redaksi JP