Oleh : Noviyanti Malaha
Seluruh masyarakat di wilayah Kepulauan Buton Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menginginkan manisnya hasil pemekaran, hal ini terlihat saat digelarnya dialog akhir tahun oleh organisasi kepemudaan yang menamakan diri KPK (Koalisi Pemuda Kepton) dengan menghadirkan tokoh-tokoh muda maupun tua guna mendiskusikan berbagai aspek tentang pemekaran Buton serta dibarengi pergerakan mahasiswa Kepulauan Buton.
Dialog tersebut mengangkat tema “Refleksi Gerakan Mahasiswa Menuju Kepulauan Buton”. Diskusi yang telah menghabiskan waktu berjam-jam itu terasa kurang untuk membahas tema yang sangat menarik, hal ini disebabkan pembahasan refleksi gerakan mahasiswa dalam rangka menyikapi setiap permasalahan dikalangan masyarakat maupun pembahasan tentang pemekaran dalam waktu semalam terasa amat singkat.
Para narasumber dalam dialog akhir tahun tersebut banyak menceritakan beberapa kisah dan awal niatan untuk membentuk pemekaran Buton. Salah satu narasumber, Jusmani menyampaikan bahwa lahirnya Kepton sejak zaman kepemimpinan Bupati Saidu.
Buton sejak dulu telah menjadi daerah otonom, menurut kisah dari beliau pada tahun 2004 lahirlah pemikiran tentang Buton Raya di masa kepemimpin Bupati Syafei Kahar, namun pada tahun 2013 lahirlah keputusan dari pemerintah pusat tentang moratorium. Jusmani yang sehari-harinya mengaku sebagai petani menjadi Sekretaris di Kantor Sekretariat Bersama, sejak dulu ambisinya tidak pernah padam untuk mengurus setiap persyaratan administrasi pemekaran Kepualaun Buton.
Dialog akhir tahun juga menggambarkan tentang bagaimana optimisme setiap tamu undangan untuk pemekaran Kepton, banyak yang menyarankan agar seluruh lapisan masyarakat bersama-sama merefleksi percepatan pemekaran Kepulauan Buton karena sudah dipending selama empat tahun.
Dalam ikhtiar menuju pemekaran, banyak melahirkan tokoh pejuang pemekaran, namun dari dialog akhir tahun kita mengenal Umar Samiun sebagai tokoh pemekaran Provinsi Kepualauan Buton.
Pemekaran Kepulaun Buton menuju Provinsi saat ini menjadi keinginan seluruh lapisan masyarakat, kemudian peran mahasiswa untuk pemekaran ini harus memilki komitmen dan intensitas gerakan untuk mencapai cita-cita bersama seluruh masyrakat Kepulauan Buton.
Salah satu gerakan yang dapat di bangun oleh mahasiswa adalah bagaimana menyuarakan kepada pemerintah Kota Baubau untuk mencari lahan sebagai sentral pemerintahan Kepulauan Buton dengan calon ibu kota nya adalah Kota Baubau.
Pemerintah Kota Baubau maupun mahasiswa harus menampakkan langkah dan berbagai usaha. Para mahasiswa yang berperan sebagai Agen of Chage dalam berikhtiar menuju pemekaran Kepulauan Buton tidak boleh menghiraukan nyanyian politik (Kebohongan) yang sudah berlangsung, karena lagi-lagi isu pemekaran ini dimanfaatkan di tahun politik. Inilah sebabnya mahasiswa harus mampu menciptakan sejarah, melalui gerakan yang dibangun untuk jazirah Kepulauan Buton.
Kendala yang dihadapi dalam pemekaran Provinsi Kepulauan Buton satu-satunya adalah moratorium oleh Presiden. Moratorium yang merupakan kebijakan pemerintah untuk menunda pemekaran dengan banyak alasan, misalnya dengan adanya banyak pemekaran ditakutkan dapat mengancam integritas NKRI, kebijakan pemekaran daerah menimbulkan beban anggaran bagi pemerintah pusat, seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), serta belum mampu melaksanakan pemerintahan dan pembangunan secara optimal sehingga pelayanan publik tidak bisa diberikan dengan baik.
Kenyataannya saat ini, calon Provinsi Kepulaun Buton telah memenuhi persyaratan mulai dari fisik, nama, cakupan wilayah, dan persetujuan dari provinsi induk. Pemekaran daerah bertujuan agar ada ruang partisipasi bagi politik daerah, masuknya uang dari pusat ke daerah.
Pemekaran daerah diharapkan menciptakan keadilan dalam hal pengisian jabatan publik, pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan terhadap masyarakat, peningkatan kehidupan demokrasi, peningkatan pengelolaan potensi suatu wilayah, serta peningkatan keamanan dan ketertiban.
Penulis: Sekretaris Umum UKM Bahasa dan Jurnalistik