BANYUWANGI, Jawara Post – Anggota Komisi D DPRD Provinsi Jawa Timur, Ahmad Hadinuddin menyoroti banyaknya praktek pertambangan galian C illegal di sejumlah daerah, termasuk diantaranya Kabupaten Banyuwangi. Menurutnya, hal tersebut terjadi dikarenakan tidak adanya ketegasan pemerintah kabupaten/kota dalam menindak tambang illegal.
Menurut Hadinuddin, sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, seluruh perizinan tambang mineral, logam, dan galian C memang kewenangannya diambil alih oleh pemerintah provinsi. Namun demikian, retribusi atas pertambangan tetap masuk ke kas daerah masing-masing Kabupaten/Kota sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD).
“Meski perizinan diambil alih oleh pemerintah provinsi, akan tetapi retribusi (pajak) dari usaha pertambangan tersebut masuknya tetap ke pemerintah Kabupaten,” terang Hadinuddin saat dikonfirmasi via telepon seluler Kamis (25/07/2019). Artinya, pemerintah daerah juga memiliki peran dan tanggung jawab atas segala aktifitas pertambangan di wilayahnya.
Perosalannya, banyak pemerintah daerah yang beranggapan ketika mereka tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin, maka mereka juga tidak bisa melakukan penindakan ketika terjadi praktek tambang illegal.
“Itu persepsi yang salah. Pemerintah daerah tetap memiliki kewenangan untuk menindak karena itu masuk wilayahnya. Selain itu mereka juga memiliki tanggung jawab atas kelestarian lingkungan, sehingga ketika ada prkatek tambang illegal pemerintah daerah tetap bisa melakukan tindakan,” tegas Anggota Dewan yang terpilih di Dapil IV Jawa Timur yang meliputi Kabupaten Banyuwangi, Situbondo dan Bondowoso.
Jika kemudian pemerintah daerah tinggal diam atau melakukan pembiaran atas praktek pertambangan illegal, Hadinudin justru mengindikasi ada pihak-pihak yang bermain untuk mengeruk keuntungan pribadi. Indikasi itu bukan tanpa alasan.
Sebab, jika tambang itu illegal, maka pemerintah daerah tidak dapat menarik retribusi, yang artinya mengurangi pendapatan asli daerah (PAD). “Secara logika, mereka (pemerintah daerah) nggak mungkin tinggal diam. Kalau mereka membiarkan tambang illegal berjalan, itu sama saja mengurangi PAD mereka,” tukasnya.
Semestinya, lanjut Hadinuddin ketika pemerintah daerah menemukan praktek tambang illegal di wilayahnya, mereka langsung melapor kepada pemerintah provinsi agar segera menutup tambang tersebut. “Atau mereka minta izin kepada provinsi untuk melakukan tindakan penertiban. Itu boleh dan wajib hukumnya,” kata Mantan Ketua Pansus Tambang DPRD Jatim tersebut.
Hadinuddin menilai alasan perizinan yang jauh sehingga banyak pengusaha tambang malas untuk mengurus perizinannya, itu hanya sebagai pembenaran saja. “Ini kan sudah amanah Undang-Undang. Kalau ingin merubahnya dan mengembalikan kewenangan kepada pemerintah daerah, walau hanya khusus untuk tambang galian C itu sudah menjadi ranah dari pusat. Kalau menurut saya ini hanya pembenaran yang disampaikan pengusaha tambang yang malas mengurus perizinan,” katanya.
Kalau dirasa perizinan jauh karena harus ke Surabaya, pengusaha tambang sebenarnya bisa berkoordinasi dengan Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) Pemerintahan dan Pembangunan Jawa Timur yang berada di Kabupaten Jember.
“Bakorwil kan bisa menjembatani antara pengusaha dengan Pemprov dalam hal ini Dinas ESDM Jawa Timur. Saya rasa, ketika semua persyaratan sudah lengkap proses perizinan tidak serumit seperti yang disampaikan,” pungkasnya.
SI/imam