INDONESIA, Jawara Post–Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung membantah ada misrepresentasi dalam menampilkan utang para petambak udang. Menurut Syafruddin, kebijakan telah mengacu pada rekomendasi Tim Pengarah Bantuan Hukum (TPBH).
“Dalam rekomendasi kajian TPBH dan kantor hukum Lubis Ganie Surjowidjojo (LGS) tidak disebutkan soal rekomendasi (misrepresentasi) laporan kredit petani tambak Dipasena,” kata Syafruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 23 Agustus 2018.
Menurut Syafruddin, persoalan misrepresentasi utang petani tambak ini baru muncul pada 2017. Padahal, BPPN dibubarkan pada April 2004.
Berdasarkan audit kinerja yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2006, disebutkan BPPN telah menyelesaikan tugasnya.
Soal utang petani tambak, lanjut Syafruddin, selalu mengacu pada keputusan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) yang berlaku. Keputusan KKSK yang berlaku diambil pada 18 Maret 2002, diketuai oleh Menko Perekonomian Rizal Ramli.
Saat itu, diputuskan dari utang 110 ribu petani tambak yang dijamin oleh Dipasena adalah sebesar Rp4,8 triliun dengan kurs rupiah 9.000 per dollar AS, dan dari jumlah itu utang yang sustainable adalah Rp100 juta per orang atau dengan total Rp1,1 triliun. Kemudian Rp1,9 triliun diminta pembayarannya ke perusahaan PT Dipasena, sisanya dihapus.
Utang pokok petani ke BDNI yang dijamin oleh Dipasena dan perusahan inti lainnya PT Wahyuni Mandira terdiri dari utang valas dan rupiah. Utang dalam bentuk valas USD382 juta dan dalam bentuk rupiah Rp700 miliar.
Sebelum krisis dengan kurs 2.300 per dollar AS, utang dalam bentuk valas ini setara Rp800 miliar. Namun saat krisis di mana kurs rupiah melemah menjadi 11.250 per dollar AS yang membuat utang petani dalam bentuk valas membengkak dari sebelumnya sekitar Rp800 miliar menjadi Rp4,3 triliun dan membuat petani kesulitan membayar cicilan kreditnya.
“BPPN sebenarnya menginginkan kredit petani diselesaikan dengan cara restrukturisasi. Petani nantinya perlu diberi suntikan modal, begitu pula perusahaan intinya,” ucap Syafruddin.
@azf