JATIBANTENG, JP — Maraknya pemberitaan yang ikut nimbrung dalam proses penjaringan perangkat desa dan menilai telah terjadi kebocoran soal atau bocor kunci jawaban, nampaknya mulai lepas dari rel fakta yang terjadi dilokasi.
Hal ini dijelaskan oleh Ery Abd Nasir Pelupesi, SH, MH, selaku wakil direktur LSM Jawara, Senin 17/05/2021. “Ini sudah tidak murni, banyak pernyataan yang dikemas layaknya intevensi,” ucapnya, kepada awak media.
Kata Bang Ery, sapaan akrbanya, dalam proses penjaringan telah terbentuk panitia, baik pansel maupun pengawas pelaksanaan. “Panitia punya hak mutlak dalan mengambil sikap dan keputusan, apalagi ini baru dimulai, masih tersisa tes komputer dan wawancara,” tegasnya.
Menurutnya, sejumlah pihak tidak boleh memaksakan kehendaknya agar supaya panitia menuruti kemauan peserta yang sementara dapat nilai rendah. “Untuk Desa Patemon yang kedapatan pesertanya nyontek, kan susah di disc. Jangan dihantam rata, gak benar akibatnya,” tambahnya.
Dipertegas kembali bahwa, dalam proses penjaringan ini sejatinya digelar masing masing desa (5 desa). Hanya saja demi kebersamaan panitia koordinasi dengan kecamatan. “Bukan berati kecamatan panitanya,” ucapnya jelas.
“Kalau sekedar mengikuti asumsi dan analisa hukum yang ngambang, saya kira polisi bukanlah instansi yang bisa dikendalikan. Kepolisian akan berbuat jika ada 2 alat bukti dan fakta fakta hukumnya jelas,” kata Ery Pelupessy.
Menyikapi hal itu, Edy Firman SH MH selaku lawyer yang konsisten dalam berkarir mengatakan bahwa, masyarakat jangan selalu dicekoki pola feodalisme (pembodohan) tapi berilah penerangan hukum yang reality dan pendidikan yang mencerdaskan.
“Jika polemik penjaringan itu bias kemana mana dan mulai mengarah pada situasional politik pilkades atau kepentingan pribadi, maka saya sebagai praktisi hukum akan turun tangan. Kita uji materi hukumnya, jangan mengatasnamakan masyarakat tapi ujungnya kepentingan sepihak,” tandasnya.
TimRed