PT JAWARA POS GRUP

SELAMAT & SUKSES RI 1

Mendikbud Izinkan Penghapusan PR, Tapi Dengan Syarat

NASIONAL,  Jawara Post—Kewenangan untuk menetapkan kebijakan penghapusan Pekerjaan Rumah (PR) diserahkan kepada Dinas Pendidikan (disdik) masing-masing daerah. Meski begitu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy memberikan sejumlah catatan penting.

Muhadjir menilai, surat edaran tentang kebijakan larangan sekolah memberikan PR di sejumlah daerah seperti Kota Blitar sudah tepat.  Namun Mendikbud belum berencana menarik larangan menghapus PR tersebut menjadi kebijakan nasional.

“Itu sudah benar. Namun sementara belum (ditarik jadi kebijakan nasional),” kata Muhadjir kepada awak media, di Jakarta, Senin, 30 Juli 2018.

Meski begitu, hal tersebut akan turut dibahas dalam Rapat Koordinasi (rakor) dengan Kepala Dinas Pendidikan seluruh Indonesia, yang rencananya akan digelar dalam waktu dekat ini.  “Nanti akan menjadi agenda yang dibahas dalam pertemuan dengan kapala dinas seluruh Indonesia dalam waktu dekat, sekalian evaluasi dan perbaikan sistem zonasi,” kata Muhadjir.

Terkait surat edaran Disdik KotaBlitar, Muhadjir mengatakan hal tersebut mungkin saja diterapkan di daerah tersebut.  Mengingat Blitar merupakan salah satu kota yang telah menerapkan kebijakan sekolah lima hari dan PPK (Penguatan Pendidikan Karakter) secara penuh.

“Keputusan itu pasti sudah didasarkan pertimbangan perlu tidaknya ada PR untuk siswa,” ungkap Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini.

Namun Muhadjir memberi catatan penting, penghapusan PR di sekolah boleh dilakukan sepanjang sekolah telah benar-benar menerapkan cara belajar secara tuntas.  “Kalau sudah menerapkan cara belajar tuntas, memang tidak perlu ada PR,” kata Muhadjir.

Untuk itu, ia menyerahkan keputusan untuk menerapkan kebijakan tersebut kepada kepala sekolah dan dinas pendidikan daerah setempat.  “Mungkin sudah tepat untuk Blitar, Disdik dan kepala sekolah di sana yang lebih tahu,” tegas Muhadjir.

Ia juga menjelaskan, pada prinsipnya memberikan siswa PR juga bukan merupakan hal yang salah.  Sepanjang guru benar-benar membuat sendiri soal dan tugas yang diberikan kepada siswa.

Bukan memberi PR dengan cara instan seperti yang banyak terjadi di sejumlah sekolah, yakni memberikan PR dari bahan matang yang ada di Lembar Kerja Siswa (LKS). “Harus meracik sendiri, bukan menu cepat saji dari LKS yang harus dibeli siswa,” tandas Guru Besar Universitas Negeri Malang (UNM) ini.

Terlebih lagi jika pengadaanya juga ada “permainan” antara guru dan penjual, distributor maupun penerbit LKS tersebut.  Menurut Muhadjir, PR memiliki tujuan beragam, di antaranya untuk pengayaan, menambah frekuensi latihan, juga penguatan.  Terutama untuk siswa yang daya serapnya berada di bawah rata-rata siswa lainnya.

“Jadi seharusnya PR itu bersifat spesifik, sesuai hasil diagnosis guru terhadap persoalan masing-masing siswa. Tidak bisa dipukul rata,” tegas Muhadjir.

Ragam tujuan itulah yang menuntut PR atau tugas harus diracik sendiri oleh guru. “Menu PR harus diracik sesuai dengan hasil diagnosis masing-masing siswa,” ujar Muhadjir.

Seperti diberitakan sebelumnya, menyusul surat edaran penghapusan PR di Kota Blitar, Pemprov DKI Jakarta juga ikut merespons positif kebijakan tersebut.  Plt. Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Bowo irianto menyebut, peniadaan PR akan memberikan banyak waktu bagi siswa untuk berkreasi.

Meski begitu, DKI Jakarta tidak akan serta merta ikut menerapkan kebijakan tersebut. Sebab menurutnya menghapus PR perlu kajian khusus, mengingat banyak faktor yang harus dipertimbangkan.

“Tentu saja kita akan cabut (PR), tetapi seperti apa formulanya, kita akan pikirkan dulu,” kata Bowo, Jumat, 27 Juli 2017.

@red



Menyingkap Tabir Menguak Fakta