Oleh :Andry Christian Hutabarat, S.S.T., M.Ec.Dev.
Pembangunan mulai dari desa merupakan langkah yang tepat untuk memacu perkembangan suatu negara. Kemajuan dimulai dari struktur wilayah terkecil, yaitu desa secara otomatis mendorong kemajuan wilayah di atasnya selayaknya pendekatanbottom up, dari bawah ke atas. Suntikan dana desa seyogyanya bertujuan untuk mencapai visi tersebut dan sekaligus mewujudkan pemerataan yang semakin baik. Di Kalimantan Tengah sendiri, menurut data Survei Penduduk antar sensus (SUPAS) 2015 jumlah penduduk yang tinggal di perdesaan sekitar 62,96 persen, lebih banyak daripada perkotaan. Jadi, mensejahterakan desa artinya mensejahterakan lebih banyak penduduk. Adanya dana desa bisa menjadi stimulus untuk bergeloranya kegiatan sosial dan ekonomi di desa dengan ketersedian kemampuan finansial yang lebih mumpuni untuk melaksanakan berbagai program demi kesejahteraan masyarakat.
Indeks Kesulitan Geografis
Besaran dana desa dialokasikan dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu jumlah penduduk, luas wilayah, kemiskinan dan Indeks Kesulitan Geografis (IKG). Yang disebut belakangan ini memang istilah yang masih cukup asing bagi orang awam, tetapi merupakan salah satu indikator penting. Menurut BPS, IKG disusun berdasarkan tiga komponen. Pertama, ketersediaan pelayanan dasar seperti fasilitas pendidikan (TK, SD, SMP, SMA) dan fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, poliklinik, praktik dokter, poskesdes) serta jarak ke fasilitas terdekat jika tidak terdapat fasilitas tersebut di desa
Kedua, kondisi infrastruktur seperti keberadaan fasilitas ekonomi (pertokoan, pasar, minimarket, hotel, bank), bahan bakar untuk memasak, keluarga pengguna listrik dan penerangan jalan. Ketiga, akses transportasi seperti jenis dan kualitas jalan, aksesibilitas jalan, keberadaaan dan operasional angkutan umum, serta transportasi dari kantor desa ke kantor camat dan kantor bupati. Konsep IKG pada dasarnya adalah dengan melihat keterpaduan ketiga komponen tersebut dikaitkan dengan ibu kota kabupaten desa setempat. Semakin nilai IKG mendekati 100 maka bisa dikatakan semakin tinggi tingkat kesulitan geografis suatu desa. Angka indeks ini bisa menunjukkan daya saing suatu desa dibandingkan dengan desa sekitarnya atau desa-desa lain.
Bank Indonesia dan Universitas Padjajaran dalam penelitiannya menetapkan beberapa faktor pembentuk daya saing daerah, yaitu: perekonomian daerah; keterbukaan; sistem keuangan; infrastruktur dan SDA; ilmu pengetahuan dan teknologi; SDM; institusi, tata pemerintahan dan kebijakan pemerintah; serta manajemen ekonomi mikro. Faktor-faktor ini sudah banyak dicakup dalam IKG tersebut.
Perkembangan Potensi Desa 2014 ke 2018
Sejauh apa dana desa berdampak positif pada desa, bisa terlihat melalui data Potensi Desa (Podes). Data Podes bisa berbicara banyak hal, antara lain tentang kondisi umum dan kemampuan suatu desa. Aspek-aspek yang dicakup mulai dari perumahan dan lingkungan, sarana olahraga dan hiburan, angkutan dan komunikasi, ekonomi, pemerintahan, bencana dan mitigasi bencana alam hingga keamanan. IKG dan berbagai parameter kemampuan dan daya saing desa dapat dihasilkan berdasarkan informasi dari data potensi desa.
Data Podes 2018 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan dari kondisi 2014. Jumlah desa/kelurahan di Kalimantan Tengah yang sudah memiliki fasilitas pendidikan terus bertambah. Jumlah desa/kelurahan yang memiliki sekolah setingkat TK bertambah dari 1.139 pada tahun 2014 menjadi 1.270 pada tahun 2018 (BPS, 2018). Demikian juga dengan sekolah setingkat SMP sampai tingkat SMK, terus bertambah. Selanjutkan jumlah desa/kelurahan di Kalimantan Tengah yang memiliki puskesmas bertambah dari 200 menjadi 221 pada tahun 2018. Peningkatan juga ditunjukkan dengan bertambahnya desa/kelurahan dengan keberadaan fasilitas kesehatan lainnya seperti rumah sakit, poliklinik, dan pustu. Jumlah desa/kelurahan yang tidak memiliki bank berkurang seiring dengan meningkatnya jumlah bank umum pemerintah, bank umum swasta dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Tingkat elektrifikasi desa juga semakin baik dengan bertambahnya desa dengan keluarga pengguna listrik baik PLN maupun Non PLN. Ditambah lagi dengan jumlah Base Transceiver Station (BTS) yang semakin banyak dan sinyal telepon seluler yang meluas sehingga memperlancar komunikasi masyarakat, dan masih banyak lagi informasi yang bisa dibunyikan dari data potensi desa.
Pemutakhiran data Podes 2019
Tahun 2019 ini BPS kembali akan mengadakan kegiatan pemutakhiran data perkembangan desa. Menarik untuk melihat hasil potret potensi desa tahun 2019 ini, sehingga layak untuk ditunggu hasilnya. Bagaimana kondisi terkini kekuatan dan daya saing desa di Kalimantan Tengah dapat tercermin dari data potensi desa. Namun demikian, data yang baik dan akurat tidak serta merta bisa terwujud tanpa peran serta semua pihak. BPS sebagai penyelenggara kegiatan dapat bekerja optimal dengan dukungan berbagai stakeholder di daerah, mulai dari kepala daerah sampai kepala desa yang menjadi responden utama kegiatan Podes ini.