Wilbar STBD, Jawara Post— Seorang pengusaha cafe dan resto yang berlokasi di jalan Raya Pantura, Desa Kalianget, Kecamatan Banyuglugur, melakukan pengembangan lokasi (reklamasi) berdirinya bangunan dengan menimbun bibir pantai semakin ketengah. Tak tanggung – tanggung, aktifitas pengurukan ini mencapat kisaran 180 rit (dumtruk) dalam sehari. Akibatnya, sejumlah aktifis dan tokoh masyarakat nelayan mulai angkat bicara, Minggu (05/08/2018).
Baca : Percobaan Pembunuhan Lurah Penataban Agus Welek Tersangka Tunggal
Bangunan dimaksud bernama Ashika (cafe&resto), yang sebelumnya bernama JM Cafe Resto. Bangunan ini terletak di bibir pantai dan awalnya telah sesuai dengan aturan tata ruang. Namun, diduga kuat pengusaha yang baru ingin memperluas usahanya, bibir pantai yang kaya akan biota laut dikikis semakin ketengah dengan ditimbun material urukan. “Kami yakin pengurukan itu ilegal Mas. Pasalnya, tidak pernah kami lihat ada pejabat lingkungan hidup yang turun kelokasi,” kata Rfk, nelayan pesisir pantai ini.
Baca : Jelang Berakhirnya Izin Lokasi Reklamasi, Massa Kembali Turun ke Jalan
Sementara, menurut Ketua Umum (ketum) LSM Sitijenar (Situbondo Investigasi Jejak Kebenaran), Eko Febrianto, dulu pun semasa Kasat Reskrim, AKP Arianto, aktifitas seperti itu sempat ramai lalu dihentikan.
“Saat ini Reklamasi dilanjutkan. Jawara PostSaya pastikan aktivitas ini tidak berijin alias ilegal, itu jelas melawan hukum. Ini jelas merupakan kejahatan lingkungan hidup dan jelas menyalahi UU No. 1 Ta. 2014, tentang pengelolaan Pesisir dan pulau pulau kecil,” tegasnya.
Baca : Berhaji dengan Jalur Tak Resmi, 116 WNI Ditahan di Arab Saudi
Lanjut Eko, oknum pengusaha itu melakukan reklamasi dari bibir pantai berkisar antara 100 – 150 M. Padahal dalam UU No 32 Ta.2014 tentang Kelautan, UU No 32 Ta.2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 4 Ta. 2009 tentang Pertambangan sangat jelas regulasinya. “Hal ini juga sangat bertolak belakang dengan PERPRES No.122 Ta.2012 tentang Reklamasi di wilayah Pesisir dan Pulau pulau kecil,” tukasnya.
Sekedar diketahui, reklamasi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Reklamasi perlu kajian dampak lingkungan dan kondisional sosial nelayan setempat. Aktifitas tersebut (reklamasi), sangat bertentangan dengan aturan UU RI tahun 2014, tentang perubahan atas UU No. 27 Ta. 2007 pasal 73 huruf (g) sebagaimana disebut dalam pasal 5 huruf (i) pengelolaan wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil.Jawara Post Sanksi hukumnya sangat jelas diancam penjara 10 tahun dengan denda maksimal 10 Milyard.
Ketika awak media berusaha menemui pengusaha cafe resto ini, terkesan menghindar dan sulit ditemui, sedang pekerja yang ada hanya bisa menjawab tidak tahu. Kabar santer dilapangan kalau aktifitas ini aman – aman saja lantaran ada backup sejumlah oknum, baik oknum Aparatur Penegak Hukum (APH), Oknum LSM dan oknum -oknum lainnya termasuk oknum eksekutif dan oknum legeslatif. Sementara, ribuan nelayan berharap reklamasi ilegal ini segera dievaluasi atau jika terbukti melanggar, CR Ashika segera di hentikan, dicabut ijin usahanya, bahkan dipenjara.
@din/ukw